KatongNews, Ambon - Keputusan Pengadadilan negeri (PN) Ambon dianggap menodai citra Lembaga Penegak Huku Indonesia. Demikian teriakan Koordinator Forum Peduli Maluku (FPM) saat melakukan Aksi Protes terhadap rencana penyitaan Rumah Pribadi Walikota Ambon di depan Kantor Pengadilan Negeri Ambon Rabu (14/05).
Koordinator Aksi FPM Suhardin Raharusun mengatakan, putusan PN Ambon atas sengketa tanah yang berhujung pada penyitaan rumah piribadi Walikota Ambon Richard Louhenapessy dan Mantan Gubernur Karel A. Ralahalu telah mencederai Citra Lembaga Penegak Hukum di Indonesia. Pasalnya kasus sengketa Tanah yang melibatkan Walikota Ambon dan Mantan Gubernur Maluku sebagai Tergugat dan Penggugat atas nama Rudi Mahulette tersebut dianggap tidak masuk akal.
Raharusun menjelaskan, dalam putusan pengeluaran Izin Mendirikan Bangunan (IMB) oleh Walikota Ambon itu bersipat tugas sebagai Kepala Daerah, bukan secara pribadi pejabat yang bersangkutan. Untuk itu dirinya menganggap putusan PN Ambon tersebut sangat jauh dari norma hukum yang sebenarnya.
“Putusan penyitaan terhadap rumah pribadi Walikota itu sangat tidak masuk akal, mengingat pengeluaran IMB oleh Walikota itu atas dasar peraturan institusi Pemerintah Kota Ambon, bukan secara pribadi Waalikota. Jadi putusan penyitaan atas rumah pribadi itu sangat jauh dari aturan hukum yang berlaku,” jelas Raharusun.
Menurutnya supermasi hukum di pengadilan cenderung di interfensi, hingga menimbulkan putusan yang salah kapra. Untuk itu pengadilan sangat subjektif dan kolusi serta nepotisme dalam menyelesaikan persoalan ini.
Masa yang melakukan aksi di depan kantor PN Ambon selama kurang lebih dua jam tersebut akhirnya ditemui Wakil Ketua PN Ambon Mustarih, dan kepala Humas PN Ambon Ahmad Bukhori.
Saat menemui pendemo, Mustarih mengatakan, persoalan sengketa tanah yang melibatkan kedua unsur tersebut telah diputuskan Majelis Hakim, bahkan salah satu tuntutan dari putusan tersebut adalah menyita rumah pribadi Walikota Ambon Richard Louhenapessy yang terletak di Kawasan Kayu Putih Desa Soya Kecamatan Sirimau Kota Ambon, atas adasar bukti-bukti yang diajukan pada saat persidangan.
“Kami tidak bisa mencampuri putusan majelis hakim, kami hanya menjalankan apa yang memang menjadi tugas kami, jika kami mencampuri putusan mereka,berarti kami telah melanggar kode etik pengadilan. Kami tidak punya hak untuk campur, untuk itu jika ada yang dianggap bermasalah, silahkan dilaporkan ke Mahkama Agung atau Komisi Yudiasial (KY),” Kata Mustarih.
Sementara itu, Kepala Bagian Humas (Kabag Humas) PN Ambon Ahmad Bukhori, mengatakan, jika putusan Pengadilan melalui Majelis Hakim telah ditetapkan, maka tergugat dapat menempuh jalur lain dengan melakukan banding.
“Putusan pengadilan telah jatuh, jika tergugat keberatan dengan putusan Majelis Hakim, maka mereka bisa menempuh jalur Banding” jelas Bukhori.
Bahkan, jika tergugat melakukan banding dan dinyatakan menang, maka seluruh keputusan PN sebelumnya dianggap tidak berlaku. Dengan demikian seluruh masalah yang terjadi saat ini akan diputihkan karena akan menggunakan putusan baru melalui banding.***(Aythur)
Koordinator Aksi FPM Suhardin Raharusun mengatakan, putusan PN Ambon atas sengketa tanah yang berhujung pada penyitaan rumah piribadi Walikota Ambon Richard Louhenapessy dan Mantan Gubernur Karel A. Ralahalu telah mencederai Citra Lembaga Penegak Hukum di Indonesia. Pasalnya kasus sengketa Tanah yang melibatkan Walikota Ambon dan Mantan Gubernur Maluku sebagai Tergugat dan Penggugat atas nama Rudi Mahulette tersebut dianggap tidak masuk akal.
Raharusun menjelaskan, dalam putusan pengeluaran Izin Mendirikan Bangunan (IMB) oleh Walikota Ambon itu bersipat tugas sebagai Kepala Daerah, bukan secara pribadi pejabat yang bersangkutan. Untuk itu dirinya menganggap putusan PN Ambon tersebut sangat jauh dari norma hukum yang sebenarnya.
“Putusan penyitaan terhadap rumah pribadi Walikota itu sangat tidak masuk akal, mengingat pengeluaran IMB oleh Walikota itu atas dasar peraturan institusi Pemerintah Kota Ambon, bukan secara pribadi Waalikota. Jadi putusan penyitaan atas rumah pribadi itu sangat jauh dari aturan hukum yang berlaku,” jelas Raharusun.
Menurutnya supermasi hukum di pengadilan cenderung di interfensi, hingga menimbulkan putusan yang salah kapra. Untuk itu pengadilan sangat subjektif dan kolusi serta nepotisme dalam menyelesaikan persoalan ini.
Masa yang melakukan aksi di depan kantor PN Ambon selama kurang lebih dua jam tersebut akhirnya ditemui Wakil Ketua PN Ambon Mustarih, dan kepala Humas PN Ambon Ahmad Bukhori.
Saat menemui pendemo, Mustarih mengatakan, persoalan sengketa tanah yang melibatkan kedua unsur tersebut telah diputuskan Majelis Hakim, bahkan salah satu tuntutan dari putusan tersebut adalah menyita rumah pribadi Walikota Ambon Richard Louhenapessy yang terletak di Kawasan Kayu Putih Desa Soya Kecamatan Sirimau Kota Ambon, atas adasar bukti-bukti yang diajukan pada saat persidangan.
“Kami tidak bisa mencampuri putusan majelis hakim, kami hanya menjalankan apa yang memang menjadi tugas kami, jika kami mencampuri putusan mereka,berarti kami telah melanggar kode etik pengadilan. Kami tidak punya hak untuk campur, untuk itu jika ada yang dianggap bermasalah, silahkan dilaporkan ke Mahkama Agung atau Komisi Yudiasial (KY),” Kata Mustarih.
Sementara itu, Kepala Bagian Humas (Kabag Humas) PN Ambon Ahmad Bukhori, mengatakan, jika putusan Pengadilan melalui Majelis Hakim telah ditetapkan, maka tergugat dapat menempuh jalur lain dengan melakukan banding.
“Putusan pengadilan telah jatuh, jika tergugat keberatan dengan putusan Majelis Hakim, maka mereka bisa menempuh jalur Banding” jelas Bukhori.
Bahkan, jika tergugat melakukan banding dan dinyatakan menang, maka seluruh keputusan PN sebelumnya dianggap tidak berlaku. Dengan demikian seluruh masalah yang terjadi saat ini akan diputihkan karena akan menggunakan putusan baru melalui banding.***(Aythur)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar